• XYZ of War Part II : Perang Adalah Bisnis

    BAGIAN KEDUA : PERANG ADALAH BISNIS

    The U.S. has destroyed democracy throughout the globe while claimed to be spreading democracy. I spent 33 years in active military service as a muscle-man for Wall Street and bankers. I helped make Mexico safe for American oil interests in 1914, made Haiti and Cuba a decent place for National City Bank. I was a gangster for capitalism.” (Major General Smedley Butler, US Army)
    Terjemahan: Amerika Serikat telah menghancurkan Demokrasi di penjuru dunia sambil mengaku menyebarkan Demokrasi. Saya aktif 33 tahun di militer AS cuma untuk menjadi “tukang pukul” bagi Wall Stret dan para Bankir. Saya adalah penjahat pelayan Kapitalisme.

    Pengakuan seorang Jendral Militer AS General Smedley Butler yang dituangkan dalam buku-nya: “War is a Racket: The Profit Motive Behind Warfare”. Maj.Gen Butler adalah seorang Patriot Amerika, veteran Perang Dunia I penuh tanda jasa, dan mantan Panglima Marinir AS.
    General Butler membuat testimoni di depan Komisi DPR AS: The McCormack-Dickstein Congressional Committee, bahwa ia telah didekati oleh para konglomerat AS pada tahun 1934, yang menawarkannya sejumlah uang asalkan General Butler mau melakukan coup d'état (kudeta) menggulingkan Presiden Franklin D. Roosevelt (FDR), oleh karena pada saat itu FDR berencana untuk mengadakan Program “Redistribution of Wealth”, atau redistribusi kekayaan dari si kaya ke si miskin, yang berbau sosialisme dan kontra-kapitalisme.

    Pada sebuah pertemuan, General Butler bertemu dengan Irenee Du Pont dari keluarga Du Pont, industrialis Baja terkaya di Amerika US. Steel, dan Robert Sterling Clark sebagai perwakilan dari para Bankir di Wall Street. General Butler ditawarkan uang muka sebesar 100.000 Dollar ditambah jaminan ketersediaan dana sampai 300 juta Dollar untuk melakukan kudeta gulingkan FDR. Belakangan diketahui otak dari rencana kudeta ini adalah “paguyuban” industrialis, konglomerasi minyak raksasa, dan bankir Wall Street: John D. Rockefeller (Standard Oil & Chase Bank), J.P. Morgan (General Motors & JP. Morgan Bank), Henry Ford (Ford Motor Company), Prescott Bush (kakek dari President George W. Bush, salah satu pemilik Brown Brothers Harriman & Co. yang nantinya akan memenangkan seluruh tender proyek di Perang Vietnam).
    Setelah mendapat bukti-bukti cukup, General Butler melaporkan tindakan Treason (pengkhianatan terhadap negara) ini kepada Komisi DPR AS: McCormack-Dickstein Committee, yang diketuai oleh Congressman (anggota DPR AS) John McCormack dan Samuel Dickstein. Namun meski laporan telah diterima dengan baik, McCormack dan Dickstein seperti enggan menindak-lanjuti kemungkinan pelanggaran konstitusi berat ini. Bahkan tak lama kemudian, seluruh media di Amerika malah berbalik menyerang General Butler, menyebutnya sebagai penyebar fitnah dan pencari sensasi. Sampai General Butler tutup usia, tidak ada tindak lanjut, dan tidak ada yang dihukum.
    Rekomendasi bacaan:
    War is a Racket: The Profit Motive Behind Warfare by General Smedley Butler
    The Plot to Seize the White House” (Hawthorne Books) by Jules Archer

    1. Proyek Hitler
    I have had plenty of opportunity in my post in Berlin to witness how close some of our American ruling families are to the Nazi regime. At the present moment, the Du Ponts are aiding in the armament business, their chief ally is I.G. Farben Company. Standard Oil Company (Rockefeller) has made $500,000 a year helping Germans make Ersatz for war purposes. General Motors Company (J.P. Morgan), and Ford also do enormous business here. I mention these facts because they complicate things and add to war dangers.” (William Dodd)
    Terjemahan: Posisi saya di Berlin memberikan saya kesempatan untuk menyaksikan langsung kedekatan keluarga raksasa bisnis Amerika dengan rezim Nazi. Saat ini, keluarga Du Pont melakukan investasi melalui I.G.Farben di industri persenjataan. Standard Oil Company (Rockefeller) memberikan 500.000 Dollar per tahun kepada Ersatz untuk kebutuhan industri Perang. General Motors (J.P.Morgan) dan Ford juga melakukan bisnis besar disini. Saya khawatir mereka akan memperumit bahaya Perang.”

    Petikan surat William Dodd, Duta Besar AS untuk Jerman, yang ia tulis untuk Presiden Franklin D. Roosevelt pada 19 Oktober 1936, mengenai kekhawatirannya akan para industrialis dan konglomerat raksasa AS yang memberikan uang tak terhitung banyaknya kepada Hitler & Nazi.

    Setelah gagal mengobarkan perang di kampung halaman Amerika, perhatian para konglomerat raksasa beralih ke Hitler & Nazi yang sepertinya lebih “kooperatif” mengemban proyek pengobaran perang ini. General Motors (J.P.Morgan) dan Henry Ford melakukan investasi besar-besaran ke dua produsen Ranpur (kendaraan tempur) terbesar Jerman: Opel dan Ford A.G. Dua bahan baku vital untuk perang, yakni: bahan peledak dan bahan bakar, juga dapat diakses mudah oleh Hitler & Nazi berkat investasi jor-joran yang digelontorkan Du Pont dan Rockefeller (Standard Oil & Chase Bank).
    Rekomendasi bacaan:
    The House of Morgan: American Banking Dynasty & the Rise of Modern Finance
    (Grove Press) by Ron Chernow

    Bankir raksasa Wall Street: J.P. Morgan, diketahui melakukan mega investasi sampai 3 milyar Dollar (pada tahun 1931 saja) ke berbagai industri strategis Jerman. J.P Morgan Bank juga diketahui menjadi pendana utama bagi rezim fasis Mussolini, dan militer Dai Nippon pada 1931. Berikut ini adalah dana yang “tertangkap basah” mengalir dari Wall Street kepada Hitler & Nazi selama tahun 1929 s/d 1933:

    1929 total dana $10,000,000 dikirim Wall Street kepada Hitler
    1931 total dana $15,000,000 dikirim Wall Street kepada Hitler
    1933 total dana $7,000,000 dikirim Wall Street kepada Hitler
    Total $32,000,000 sampai tahun 1933 saja
    * tidak termasuk mega investasi ke industri-industri strategis Jerman

    Mega investasi yang diketahui digelontorkan Konglomerat Raksasa AS ke Jerman:
    #1. Du Pont (US. Steel) menjadi investor utama bagi I.G.Farben, suplier terbesar industri perang Jerman (bahan kimia, plastik, karet sintetis, sampai amunisi),
    #2. Rockefeller (Chase Bank & Standard Oil) mejadi investor utama bagi Ersatz, yang juga merupakan suplier terbesar industri perang Jerman seperti I.G.Farben
    #3. Prescott Bush (the Union Banking Corporation - UBC) menjadi investor utama bagi Fritz Thyssen & Krupp, produsen Baja strategis no.1 terbesar di Jerman
    #4. J.P.Morgan (General Motors) dan Henry Ford (Ford Motor Co.) menjadi investor utama bagi OPEL & Ford A.G., produsen utama Ranpur (kendaraan tempur) untuk militer Nazi
    #5. ITT dan General Electric (J.P. Morgan), penyedia alat komunikasi canggih untuk Ranpur Jerman
    #6. Rockefeller (Standard Oil), menjadi investor utama untuk DAPAG (Deutsche-Amerikanische Petrolieum AG) perusahaan minyak terbesar Jerman, industri perang paling strategis bagi kiprah Hitler & Nazi
    Rekomendasi bacaan:
    Wall Street and the Rise of Hitler (Hoover Press) by Professor Anthony C. Sutton

    Pada Agustus 1938, Hitler menganugerahi medali Grand Cross of the Order of the German Eagle kepada Henry Ford atas jasanya membantu membangun Jerman. Ini kali pertama medali tersebut diberikan kepada non-Jerman. Charles Lindbergh “bapak Aviasi Amerika” yang konon anti-perang pun dianugerahi medali Service Cross of the German Eagle oleh Reichsmarschall Hermann Goering (orang kedua setelah Adolf Hitler di rezim Nazi), atas kontribusinya membangun Luftwaffe (Angkatan Udara Jerman).

    Henry Ford diketahui telah terlibat langsung membiayai kampanye Hitler dari awal, jauh sebelum Partai NSDAP (Nazi) memenangkan Pemilu di Jerman. Adolf Hitler menggantung foto Henry Ford berbingkai di kamar kerja-nya, dan tak jarang mengungkapkan rasa kekagumannya terhadap Henry Ford ke banyak orang. Bahkan buku Mein Kampf yang terkenal rasis terhadap Yahudi adalah plagiarisme (mencontek mentah-mentah) dari buku Henry Ford yang berjudul “The International Jew”, yang telah terbit sebelum Mein Kampf dan berkonten SARA terhadap Yahudi.
    Sindikasi konglomerasi raksasa AS ini juga masuk ke Jerman melalui program The Dawes Plan (semacam IMF), yang berkedok “bantuan pembangunan Jerman pasca PDI”, namun kenyataannya mengalir langsung ke jantung industri strategis pendukung Perang, memastikan metamorfosis Jerman menjelma menjadi negara adidaya dalam sekejap mata, dan menyebabkan Perang Dunia II yang memakan korban puluhan juta jiwa.
    Rekomendasi bacaan:
    Henry Ford and the Jews: Mass Production of Hate (Public Affairs) by Neil Baldwin

    FYI, dinasti Rockefeller, Ford & JP. Morgan 100% ras kulit putih (bule), BUKAN Yahudi.
    JEW OR NOT A JEW

    2. Menaklukkan Dunia dengan Hutang
    Seusai Perang Dunia II, Eropa dalam kehancuran total. Hampir setiap kota besar dan area industri porak-poranda dari pemboman udara berulang-ulang. Hampir setiap wilayah kehilangan infrastruktur secara signifikan: rel kereta, jembatan, dermaga, membuat transportasi hampir sama sekali tidak berfungsi. Kegiatan berniaga dan bisnis pun lumpuh total, membuat tingkat pengangguran tak terkendali, diperparah oleh kekurangan pangan dan kelaparan.
    Dalam kondisi seperti ini, Jerman berhutang kepada JP.Morgan sebesar 151 juta Dollar, Jepang berhutang sebesar 197 juta Dollar, dan Austria berhutang sebesar 20 juta Dollar
    * ini baru kewajiban kepada satu konglomerat saja.

    Lalu apa yang harus dilakukan oleh sebuah negara yang sedang dalam kondisi “lumpuh” dan tidak mampu membayar hutangnya? Jawab: Menambah hutang lagi. Dengan label "Bantuan Ekonomi" untuk mempercepat pemulihan Eropa, kali ini paguyuban konglomerat melibatkan pemerintah Amerika Serikat untuk mencairkan pinjaman ke negara-negara korban PDII di Eropa, yang kemudian diberi nama Marshall Plan (diambil dari nama Chief of Staff Gedung Putih saat itu: George Marshall). Karena jumlah pinjaman yang diperlukan fantastis, kali ini uang kas negara hasil pungutan pajak rakyat Amerika pun digunakan.
    Setelah disetujui congress (DPR AS), pemerintah AS mencairkan pinjaman perdana sebesar 40 juta Dollar kepada Prancis, Austria dan Italia. Tahap kedua Inggris dan Prancis menerima pencairan dengan nilai masing-masing 225 juta Dollar. Tahun pertama program Marshall Plan berjalan, 5 milyar Dollar berhasil disalurkan ke negara-negara Eropa dalam bentuk pinjaman. Pada tahun ke-empat, Eropa telah sukses berhutang sebesar 15 milyar Dollar.

    Matematika-nya seperti ini: Eropa berhutang ke Konglomerat -> hutang dipakai perang -> eropa hancur -> kredit macet -> eropa tambah hutang dari uang rakyat Amerika -> eropa bisa bayar hutang ke Konglomerat
    Keuntungan dari Perang:
    1. Penjualan senjata.
    2. Penciptaan Hutang Baru (bunga dari pinjaman pasca-perang).
    3. Privatisasi (Penanaman Modal Asing – PMA ke industri strategis).
    4. Menghancurkan jaringan bisnis lama (menciptakan akses ke pasar Eropa).
    5. Menciptakan negara-negara Eropa yang “Ramah” terhadap kebijakan Amerika.

    Penerapan poin no.5 membuka akses bagi produk-produk Amerika masuk Eropa, misal: bioskop-bioskop yang memasang film Hollywood, cadangan Devisa dalam valuta Dollar Amerika, yang pada hilirnya menciptakan sistem finansial yang terintegrasi dengan Wall Street dan Bank Sentral AS, menciptakan satu dunia “The American Way”.

    * negara-negara yang sampai saat ini belum terintegrasi dengan sistem finansial Amerika, tidak memiliki Pasar Modal yang berafiliasi dengan Wall Street, tidak memiliki Bank Sentral yang terkoneksi, dijuluki Rogue Country (negara nakal) yang nasibnya tinggal tunggu waktu dapat jatah intervensi militer.

    Kenapa Perang? Karena tidak ada bisnis yang lebih menguntungkan daripada Perang.

    3. Pembiayaan Agresi Militer Belanda
    Ketika perwakilan Republik Indonesia (yang baru berdiri) ke Washington untuk meminta dukungan kepada Harry Truman pada Oktober 1945, Amerika Serikat sedang menghadapi musuh baru: Blok Timur. Hal ini membuat Departemen Perencanaan Kebijakan AS pada saat itu menilai lebih logis untuk dukung kolonial Belanda, daripada dukung gerakan para Republikan Nasionalis yang tidak bisa diprediksi arah ideologi-nya.
    Berdasarkan keputusan tersebut, AS memberikan dukungan penuh terhadap legitimasi kolonisasi Hindia Belanda. Dibuktikan lewat salah satu butir Klausul Marshall Plan yang menyebutkan secara tertulis: Belanda boleh alokasikan pinjaman untuk “membangun” Hindia Belanda. Dengan ini, Belanda menjadi satu-satunya negara debitur Marshall Plan yang mendapat dukungan tertulis dari AS atas rencana penjajahan Kolonial pasca Perang Dunia II.
    Atas dasar Klausul tersebut, Den Haag langsung memberlakukan Embargo ekonomi terhadap negara kedaulatan "seumur jagung" Republik Indonesia. Washington juga memberikan restu kepada militer Belanda untuk menggunakan peralatan tempur AS dalam status "Pinjaman". Pada Oktober 1945, Chief of Staff George C. Marshall memerintahkan untuk mencopot identitas militer AS pada perangkat tempur yang akan digunakan oleh pasukan SEAC (South East Asia Command) dikomandoi Lord Louis Mountbatten untuk bombardir Surabaya pada 10 November 1945.
    Pada 30 November 1946, pemerintah AS resmi meminjamkan kepada militer Belanda sbb:
    118 unit pembom B-25, pesawat tempur P-40 dan P-51
    45 unit kendaraan tempur tank tipe Stuart
    459 unit kendaraan militer tipe Jeep (Willys)
    170 unit berbagai unit artileri (meriam cannon)

    Tak ketinggalan truk-truk militer, dan puluhan ribu persenjataan infantri dari arena Perang Pasifik untuk kolonisasi Hindia Belanda. Militer Belanda juga diberikan akses ke 65.000 ton suplai logistik. Tak hanya itu, AS juga memberikan restu atas permintaan Belanda untuk mendapatkan dana tambahan sebesar 26 juta Dollar (di luar Marshall Plan) untuk keperluan di Hindia Belanda. Tak tanggung-tanggung Amerika juga memboikot keanggotaan Republik Indonesia dalam Komisi Ekonomi PBB untuk Timur Jauh (ECAFE).
    Momen titik balik krusial yang mempengaruhi kebijakan Washington adalah kejadian Pemberontakan PKI di Madiun pada 18 September 1948. Pernyataan Soekarno, “Bangsa Indonesia harus memilih! Saya, atau Musso??” dianggap sebagai bentuk keberpihakan kepada Blok Barat. Ditambah perlawanan sengit dari para Freedom Fighters (Pejuang) yang membuat proses Kolonisasi jauh dari mulus. Belanda dianggap "memble", dan Washington memutuskan untuk mengakhiri keruwetan di Hindia Belanda dengan berbalik mendukung kemerdekaan Indonesia. Keputusan tersebut direalisasikan pada forum DK PBB tanggal 27 Desember 1949, ketika Amerika berbalik meminta Belanda menyerahkan Indonesia kepada Soekarno.
    Rekomendasi bacaan:
    American Visions of the Netherlands East Indies (Indonesia): US Foreign Policy and
    Indonesian Nationalism 1920-1949 (Amsterdam University Press) by Frances Gouda

    4. Kennedy Harus Mati
    Berikut ini adalah Rangkuman dari dua buah buku: On the Trail of the Assassins dan Crossfire: the Plot that Killed Kennedy, yang salah satunya telah diangkat ke layar lebar oleh Hollywood dengan judul JFK, berdasarkan kisah nyata seorang District Attorney (Jaksa Wilayah) bernama Jim Garrison yang menyelidiki pembunuhan John F. Kennedy.

    Pada November 1960, seorang senator muda dari negara bagian Massachusetts bernama John Fitzgerald Kennedy memenangkan pilpres dan menjadi Presiden AS ke 35. Salah satu agenda JFK sebagai Presiden, adalah mengurangi otoritas dinas intelijen AS C.I.A yang ia anggap sudah terlalu “menguasai hajat hidup orang banyak”, dan JFK tidak main-main dengan agendanya. JFK menolak permintaan CIA untuk memberikan bantuan militer melalui udara bagi pasukan Anti-Castro (asuhan CIA) pada kontak senjata di teluk Bay of Pig April 1961, yang menyebabkan kekalahan pasukan bentukan CIA tersebut. Tak cukup sampai disitu, JFK kembali menguji kesabaran para petinggi militer dan intelijen Amerika ketika pada awal tahun 1963, ia menetapkan rencana untuk memulangkan 16.000 tentara Amerika dari Laos dan Vietnam. 
    Pada Jumat siang 22 November 1963, iring-iringan mobil presiden JFK berparade mengelilingi kota Dallas, Texas. Pada jam 12:30, iring-iringan Presiden JFK berbelok di tikungan patah masuk ke taman Dealey Plaza melewati gedung penyimpanan buku Texas Book Depository, saat itu juga terdengar suara tembakan meletus berkali-kali. JFK dilarikan ke rumah sakit Parkland Memorial 5 km dari taman Dealey Plaza, namun JFK menghembuskan nafas terakhirnya pada jam 13:00 waktu Amerika. Siang itu juga, kepolisian kota Dallas menangkap seseorang bernama Lee Harvey Oswald, dan pada malamnya, Jaksa kota Dallas Henry M. Wade mengumumkan tanpa keraguan bahwa Oswald adalah pembunuh JFK (hanya 6 jam dari waktu penembakan), bahkan sebelum dilakukan penyidikan.
    Oswald tidak diberikan Kuasa Hukum, dan tidak ada satu lembar pun Laporan BAP (Berita Acara Pemeriksaan) yang dibuat selama interogasi. Senapan Mannlicher-Carcano yang dibeli Oswald melalui Mail Order, dipaket ke alamat PO Box milik Oswald (yang membuatnya mudah untuk dilacak), ditetapkan sebagai senapan yang digunakan membunuh JFK. Lalu hanya 48 jam setelah penangkapan, Oswald tewas ditembak oleh seseorang bernama Jack Ruby di depan 70 orang polisi yang sedang mengawalnya. Anehnya lagi, Ruby sang pembunuh Oswald pun tewas di penjara tak lama setelah ditangkap. Demikian akhir dari drama pembunuhan Presiden Amerika tanpa penyidikan, tanpa persidangan.
    Presiden Lyndon Johnson menunjuk Ketua MA Earl Warren untuk membentuk Komisi kerja Warren Commission untuk menyelidiki pembunuhan JFK di Dallas. Warren Commission membuat kesimpulan: JFK tewas oleh tiga peluru dari pembunuh tunggal bernama Lee Harvey Oswald, dari lantai enam gedung penyimpanan buku Texas Book Depository, yang berposisi di belakang iring-iringan mobil Presiden JFK yang telah melewati Gedung tersebut masuk ke area Dealey Plaza.
    Pada tahun 1966, seorang Jaksa Wilayah Orleans Parish, New Orleans, bernama Jim Garrison memutuskan untuk melakukan penyelidikan atas Laporan Komisi Warren yang ia nilai banyak kejanggalan dan tidak konsisten dengan fakta-fakta temuan di lapangan. Jim Garrison mewawancara ulang beberapa saksi hidup yang berada di tempat kejadian ketika presiden JFK tewas ditembak di taman Dealey Plaza pada siang na’as 22 November itu.

    Saksi no.1: S.M. Holland, Richard Dodd dan James Simmons, ketiganya berada di TKP, “Saya mendengar tembakan berasal dari pagar di depan iring-iringan mobil presiden."
    Saksi no.2: William Newman, berada di TKP, “Kami semua melihat hal yang sama, ada asap keluar dari rerimbunan pohon dekat pagar dari depan mobil JFK.”
    Saksi no.3: Jean Hill dan Mary Moorman, berada di TKP, “Aku melihat kilatan cahaya dari semak-semak pagar seberang. Aku terus memandang dan melihat asap keluar dari balik pagar tersebut. Ketika aku menceritakan apa yang terjadi, bahwa aku mendengar 4-5 kali bunyi letusan tembakan dari pagar, petugas Secret Service (dinas rahasia) dengan memaksa menjelaskan bahwa yang ku dengar tersebut adalah gema. Mereka juga memaksaku untuk memberikan kesaksian 3 suara tembakan yang ku dengar berasal dari gedung penyimpanan buku, dan mengatakan akan menahanku apabila aku tidak kooperatif.”
    Kejanggalan no.1: William Walter, seorang petugas piket malam di kantor federal FBI menerima teleks pada 17 November 1963 yang berbunyi, “Sebuah percobaan pembunuhan akan dilakukan kepada presiden Kennedy saat kunjungan ke Dallas 22 November”. Peringatan yang sangat akurat tersebut diterima FBI tanpa ada satu tindakan pun dilakukan. Tanpa perubahan rencana iring-iringan pawai, dan tanpa pengadaan keamanan ekstra pada hari-H.
    Kejanggalan no.2: Tes nitrat untuk mengetahui kadar mesiu yang menempel pada tubuh seseorang, dilakukan kepada Oswald dengan hasil Negatif. Tes nitrat ini menunjukan bahwa Oswald tidak menembakan senjata api dua hari sebelum tes dilakukan. Laporan TKP FBI pun menyatakan tidak menemukan sidik jari Oswald pada senapan yang ditemukan di gedung Texas Book Depository.
    Kejanggalan no.3: Saat rekonstruksi TKP, FBI menghadirkan tiga penembak jitu, melakukan serangkaian uji coba, tidak satupun dari mereka mampu me-reka ulang apa yang Oswald lakukan, yakni melepaskan 3 tembakan dengan akurasi kelas dunia dalam 5,6 detik menggunakan senapan ekonomis. Hasil terbaik penembak jitu FBI rata-rata 6-7 detik tanpa membidik sama sekali, mustahil apabila harus ditambah variabel membidik.
    Kejanggalan no.4: Beberapa dokter yang piket di RS Parkland Memorial saat JFK diotopsi memberikan kesaksian kepada Jim Garrison bahwa bagian belakang dari kepala JFK sudah tidak utuh lagi, terdapat luka menganga sepanjang tujuh sentimeter di bagian belakang kepala, sebuah karakteristik luka tembakan yang disebabkan oleh peluru yang masuk dari arah sebaliknya, yakni dari arah depan JFK.
    Jim Garrison juga menemukan bahwa ada perintah dari Presiden Lyndon Johnson agar mobil Limosin JFK yang penuh darah dan lubang peluru untuk segera diperbaiki dan direstorasi, sebuah pelanggaran berat terhadap SOP penyelidikan FBI, apalagi menyangkut pembunuhan kepala negara. Namun tentunya tidak satu pun kejanggalan, maupun kesaksian ini disinggung dalam 26 jilid Laporan Komisi Warren (sesuatu yang akan diulang oleh 9/11 Commission Report 35 tahun kemudian).
    Lee Harvey Oswald (sang pembunuh tunggal) bekerja di Jaggars-Chilles-Stovall, sebuah perusahaan percetakan sub-kontrak dinas intelijen Amerika CIA. Di waktu senggangnya, Oswald bersahabat dengan George De Mohrenschildt, seorang Sosialite di Dallas Petroleum Club (klub pengusaha Minyak). De Mohrenschildt memperkenalkan Oswald kepada koleganya yang bernama Bill Williams, seorang insinyur yang bekerja di Divisi Riset perusahaan Bell Helicopters, yang menawarkan kepada Oswald lowongan kerja di gedung penyimpanan buku Texas Book Depository.
    Pada November 1966, Jim Garrison mendapat telepon dari seorang Kolonel Departemen Intelijen Pentagon yang ingin membantu Garrison dalam investigasinya, namun meminta Garrison untuk menggunakan inisial “Kolonel X” dalam laporannya. Ketika Garrison menjumpainya di Washington, Kolonel X menjelaskan mengenai operasi CIA bersandi Black Ops yang merupakan operasi gabungan antara Pentagon dan CIA. Black Ops adalah hierarki tertinggi intelijen di Amerika, dengan misi-misi antara lain: pembunuhan kepala negara, mengorkestrasi kudeta, mengatur pemilihan umum, proxy war (perang boneka), semua dengan satu tujuan, yakni: pelestarian kepentingan Amerika dan kroni-kroninya di dalam maupun luar negeri.
    Kolonel X menjelaskan bahwa ia sedang berada di Selandia Baru, ketika ia membaca berita pembunuhan presiden JFK yang menjadi headline di sebuah Surat Kabar yang terbit pagi 23 November. Ini adalah sesuatu yang tidak masuk akal, karena surat kabar pagi dicetak pada dini hari waktu Selandia Baru (atau siang 22 November waktu Amerika), yang berarti JFK baru saja ditembak. Namun Surat Kabar tersebut telah memuat berita lengkap termasuk profil “sang pembunuh tunggal” Lee Harvey Oswald. “Sesuatu yang absurd dan berbau operasi Black Ops”, jelas Kolonel X.
    Kolonel X juga menjelaskan bahwa salah satu tugas utamanya di Pentagon adalah Keamanan Presiden, dan belakangan ia baru mengetahui bahwa selama penugasannya ke luar negeri, ada perintah yang diberikan oleh Pentagon kepada Dinas Intelijen Militer 112 Fort Sam Houston agar tidak terlibat dalam pengamanan tambahan kunjungan JFK ke kota Dallas. Ini adalah pelanggaran sangat serius terhadap SOP pengamanan Presiden, karena Dallas masuk dalam yurisdiksi Dinas Intel 112 Fort Sam Houston, yang mana menurut regulasi, Dinas Intel setempat wajib menempatkan 100 sampai 200 personel disepanjang jalan yang menjadi rute iring-iringan.

    Berdasarkan SOP, Dept.Intel Pentagon wajib untuk tiba di lokasi paling lambat 2 hari sebelum jadual kunjungan untuk memeriksa seluruh gedung, dan menempatkan penembak-penembak jitu, namun pada hari na’as itu tidak satu pun SOP yang dita’ati. Dan tidak ada hierarki dalam militer AS yang mampu membuat Dinas Intel 112 untuk tidak mengerjakan tugasnya, kecuali perintah tersebut datang langsung dari jajaran tertinggi Pentagon. Sekembalinya ke Amerika, Kolonel X berusaha untuk mendapatkan data-data Lee Harvey Oswald, namun ia diberitahukan bahwa data-data tersebut telah dimusnahkan, yang juga menyalahi standar prosedur.
    Iring-iringan mobil JFK tanpa personel keamanan disepanjang sisi jalan dari Dinas Intelijen Militer 112 Fort Sam Houston
    Dua dosa tidak terampuni JFK (menurut Kolonel X): Pertama, membekukan operasi “War against Communism” yang merupakan lahan basah bagi CIA dan Dinas Intelijen Militer Pentagon. Diperparah dengan pemecatan Allen Dulles dari posisinya sebagai Direktur CIA, dan pemecatan Jendral Charles Cabell sebagai Wakil Direktur CIA, yang mana keduanya telah dianggap sebagai tokoh “keramat” intelijen AS sejak pasca Perang Dunia II.
    Kedua, keputusan JFK untuk mengakhiri keterlibatan AS di konflik indo-cina, yang secara praktis mengakhiri operasi militer dengan anggaran milyaran Dollar per tahun-nya, yang mana Militer AS telah terikat kontrak dengan para konglomerat pemilik Pabrik Senjata untuk pembelian peralatan perang. Anggaran pertahanan yang dipotong oleh JFK pada Maret 1963 adalah anggaran yang menopang “hajat hidup” 52 instalasi militer di 25 negara bagian AS, dan 21 pangkalan militer di luar negeri.

    Per tahun 1966, Bell Helicopters telah menjual 3000 unit Helikopter kepada militer AS untuk digunakan di Perang Vietnam. General Dynamics yang berlokasi di Fort Worth, Texas juga meraup keuntungan dari penjualan jet tempur F-111 kepada militer AS untuk Perang Vietnam. Anggaran Pertahanan AS sejak pecah Perang Vietnam membengkak menjadi 75 milyar Dollar, masih merangkak naik menjadi 100 milyar Dollar pada tahun 1966, berakhir di kisaran 200 milyar Dollar pada akhir perang. Sekedar perbandingan: anggaran pertahanan AS pada tahun 1949 hanya sebesar 10 milyar Dollar oleh absennya perang.
    JFK berniat untuk “mengeringkan kolam” milyaran Dollar milik para petinggi militer AS dan konglomerat raksasa Amerika. Tepat sehari setelah JFK dimakamkan, Presiden Lyndon Johnson menandatangani National Security Action Memorandum 273 tertanggal 26 November 1963 yang mencanangkan “War against Communism” dan memerintahkan pengiriman personel ke Vietnam Utara.
    “War against Communism” terdengar tidak asing? 
    Bagaimana dengan “War against Terror”?

    Pada 8 Agustus 1964, terjadi penyerangan dua kapal Amerika oleh kapal perang Vietnam Utara di Teluk Tonkin (lepas pantai Vietnam), yang menjadi landasan bagi Lyndon Johnson meminta Kongres untuk memberinya otorisasi menginvasi Vietnam. Begitu permintaan dikabulkan, militer AS langsung membelanjakan 6 milyar Dollar untuk membeli ribuan helikopter tipe Hueys dari Bell Helicopters dan jet tempur tipe F-111 dari General Dynamics. 
    Perusahaan kontraktor raksasa Brown & Root memenangkan seluruh tender proyek fisik pendukung perang senilai 2 milyar Dollar di Saigon, Cam Rahn Bay, dan Da Nang, termasuk proyek pembangunan Pangkalan Udara di Phan Rang. Brown and Root adalah donatur terbesar kampanye Lyndon Johnson sejak running for Congress (menjadi Caleg) pada tahun 1937. Brown and Root juga diketahui memberikan uang dengan jumlah yang sangat besar untuk Lyndon Johnson ketika ia mencalonkan diri untuk US. Senate pada tahun 1941.
    Brown and Root adalah Subsidiary (anak perusahaan) dari Halliburton, salah satu Oil Service Company (perusahaan kontraktor migas) terbesar di dunia, yang salah satu CEO (presiden direktur) nya adalah Dick Cheney, yang kelak menjadi Wakil Presiden AS pada kabinet George W. Bush, yang mana Halliburton-Brown and Root memenangkan seluruh tender proyek di Irak.
    Akhir cerita, 220 milyar Dollar dibelanjakan Militer AS dari anggaran pertahanan untuk perang Vietnam. Lalu pada tahun 2005, ditemukan sebuah dokumen yang berasal dari National Security Agency (NSA), yang menyebutkan bahwa penyerangan terhadap dua kapal Amerika oleh kapal perang Vietnam Utara di Teluk Tonkin tidak pernah terjadi. Suatu hal yang mirip akan terulang lagi pada 11 September 2001.
    Rekomendasi bacaan:
    On the Trail of the Assassins (Paperless Publishing) by Jim Garrison
    Crossfire: The Plot that Killed Kennedy (Carroll & Graf Publishers) by Jim Marrs

    5. Korporasi Dibalik 911
    “I cannot think of a time when we have had a region emerge as suddenly to become as strategically significant as the Caspian." But the oil and gas there is worthless until it is moved.”
    (Dick Cheney, Wapres AS 2001-2009)
    Terjemahan: “Saya tidak menyangka Laut Caspia bisa menjelma menjadi wilayah yang sangat vital dan strategis. Namun Minyak dan Gas dari sana tidak akan berguna apabila tidak bisa dipindahkan."

    Dick Cheney, mantan wakil presiden AS era George W. Bush, juga mantan Menteri Pertahanan era George H. Bush (ayah dari George W. Bush). Selama Cheney menjadi Menhan, Bush Sr. melancarkan tiga aksi militer besar: invasi ke Panama 1989, Perang Teluk 1991, dan Somalia 1992. Namun yang menarik untuk disimak adalah: Brown & Root, perusahaan kontraktor raksasa sponsor utama presiden Lyndon Johnson yang memenangkan seluruh tender proyek fisik perang Vietnam, melalui Dick Cheney, Brown & Root akan menikmati banyak lagi proyek dari Department of Defense (DOD) Pentagon.
    Pada tahun 1992, melalui Cheney, Pentagon membayar Brown & Root 8,9 juta Dollar untuk penyusunan Laporan Feasibility Study “Riset & Analisa peran Perusahaan Swasta sebagai suplier Logistik untuk Militer AS di zona-zona perang”. Pada tahun yang sama, Brown & Root memenangkan tender kontrak 5-tahun dari U.S. Army Corps of Engineers (divisi teknik militer AS) untuk mensuplai logistik bagi tentara Amerika di Zaire, Haiti, Somalia, Kosovo, Balkan dan Arab Saudi.
    Berdasarkan data U.S. Army Corps of Engineers, selama tahun 1992-1999, Pentagon membayar Brown & Root 1,2 milyar Dollar atas kontrak suplai logistik tersebut. Tak hanya itu, Brown & Root menerima lagi pembayaran 731 juta Dollar untuk proyek fisik di daerah Balkan, dan 100 juta Dollar untuk proyek renovasi Kedutaan AS diseluruh dunia. Feasibility Study yang disusun Brown & Root kelak akan menjadi Blueprint bagi hubungan “mesra” antara Militer AS dengan perusahaan kontraktor swasta raksasa AS, yang juga dikenal dengan istilah War profiteering (manipulasi perang demi keuntungan).
    Rekomendasi bacaan:
    Cronies: Oil, the Bushes, and the Rise of Texas, America's Superstate
    (PublicAffairs) by Robert Bryce

    Paguyuban keluarga super elit AS: Saat Bill Clinton dan partai Demokrat memenangkan pilpres, Dick Cheney meninggalkan DOD dan bergabung dengan Halliburton Co, salah satu perusahaan Oil Service Company (penyedia jasa teknik pertambangan minyak) terbesar di Amerika. Sejak tahun 1995, Dick Cheney memegang jabatan CEO (presiden direktur) di mega korporat yang berbasis di Texas tersebut. Pada tahun 1998, dibawah pimpinan Cheney, Halliburton melakukan merger (penggabungan perusahaan) dengan Dresser Industries, yang juga Oil Service Co. berbasis di Texas.
    Dresser Industries, perusahaan jasa teknik pertambangan minyak, yang mana Prescott Bush (kakek dari W.Bush) menjabat sebagai Managing Director, juga tempat George H.Bush (ayah dari George W.Bush) meniti karir seusai masa kuliah. Dresser Industries adalah main-con (kontraktor utama) dari konglomerasi minyak raksasa Standard Oil milik Rockefeller. Pada tahun 1988, Dresser Ind. membeli saham mayoritas M.W. Kellog, yang juga kekuatan dominan di industri jasa pengolahan minyak, yang juga rekanan dari Standard Oil of Indiana dan Texaco. Dresser Ind. adalah salah satu kontraktor yang mendapat tender proyek Manhattan Project (pengembangan bom atom AS).
    Menjelma menjadi Raksasa: Dick Cheney menggabungkan Halliburton dan Dresser Industries dengan nilai merger mencapai 7,7 milyar Dollar, menjadikan Halliburton sebagai Oil Service Co. terbesar di dunia. Tak ketinggalan Brown & Root, yang merupakan Subsidiary (anak perusahaan) dari Halliburton, juga digabungkan dengan M.W. Kellog , anak perusahaan dari Dresser Industries, menggunakan nama baru: Kellog Brown & Root (KBR), melahirkan kekuatan korporat superpower baru, yakni jaringan mesra konglomerasi minyak Texas kroni Rockefeller dengan keluarga super elit AS dinasti Bush & Cheney.

    Pada Desember 2001, hanya 2 bulan dari Operation Enduring Freedom (invasi AS ke Afghanistan dengan dalih mencari Osama bin Laden), anak perusahaan Halliburton: KBR menandatangani kontrak 10 tahun dengan Pentagon untuk mensuplai Logistik bagi Militer AS dalam sebuah proyek yang bernama Logistics Civil Augmentation Program (LOGCAP). Berdasarkan keterangan dari U.S. Army Field Support Command, LOGCAP mengharuskan KBR membangun Tent Cities (kota kemah), tempat tinggal semi-permanen bagi seluruh personel militer AS selama di Afghanistan (dan nantinya Irak). Berdasarkan kontrak LOGCAP, Pentagon wajib membayar KBR sebesar 830 juta Dollar hanya pada anggaran termin pertama saja.
    Salah satu Tent Citites (kota kemah) LOGCAP yang dibangun KBR adalah di Kuwait (perbatasan Irak) untuk kebutuhan invasi ke Irak, yang memberi atap ke 80.000 tentara. KBR juga mendapat lagi 118 juta Dollar melalui divisi katering-nya: Vinnell, Brown and Root (VBR), untuk suplai Logistik dan Katering bagi personel AU dan pilot Jet tempur F15 dan F16 di Pangkalan Udara AS Incirlik Air Base di Adana, Turki. Pada juni 2002, LOGCAP memberikan tambahan lagi 22 juta Dollar kepada KBR untuk memberikan berbagai macam pelayanan bagi Pangkalan Udara AS Camp Stronghold di Khanabad, Uzbekistan (basis militer terbesar AS untuk invasi ke Afghanistan).
    Ikan Kakap” di Irak: Pada November 2002, beberapa bulan sebelum Operation Iraqi Freedom (invasi AS ke Irak) dieksekusi pada Maret 2003, KBR mendapat lagi tambahan 42,5 juta Dollar untuk memberikan pelayanan Logisitik di pangkalan Militer AS di Bagram dan Khandahar. Namun “ikan kakap” yang sebenarnya adalah Iraq Reconstruction Project, yang tender-nya dimenangkan Haliburton dan KBR, yakni: proyek konstruksi fisik pasca-perang terbesar dalam sejarah sejak masa Perang Dunia II.
    Proyek fisik Rekonstruksi Irak ini termasuk diantaranya: pembangunan jalan sampai total 2400 kilometer, pembangunan jembatan-jembatan vital, pembangunan Pembangkit tenaga listrik sampai 15% dari total suplai listrik di Irak, dll. Pemerintah AS membayar Halliburton-KBR lebih dari 900 juta Dollar untuk Proyek “Rekonstruksi Irak” hanya pada anggaran tahun pertama saja. Pentagon juga memberikan proyek Stabilisasi ladang minyak Irak ke Halliburton-KBR senilai 1,5 milyar Dollar.
    Poster & karikatur yang dimuat di media massa Amerika menyindir Halliburton, sampai papan yang dipasang di depan kantor Halliburton oleh pendemo
    Kritik pedas sampai demonstrasi dilakukan oleh berbagai elemen masyarakat AS terhadap tindakan war profiteering yang dilakukan oleh Halliburton-KBR yang raup keuntungan milyaran Dollar dari invasi AS ke Afghanistan-Irak, tapi apa daya, “anjing menggonggong, khafilah berlalu”. Berdasarkan laporan yang diterbitkan oleh The Financial Times, total sampai 138 milyar Dollar dibelanjakan Pemerintah AS untuk membayar berbagai Kontraktor Swasta untuk suplai Logistik, konstruksi, pengadaan, dll, yang mana Halliburton-KBR membukukan total keuntungan bersih 39,5 milyar Dollar hanya dari proyek fisik saja.
    Namun Halliburton-KBR hanyalah tip of the iceberg (puncak dari gunung es yang tersembunyi di dalam laut), karena serangan teroris 911 menyembunyikan banyak "borok" yang jauh lebih busuk dari manipulasi perang demi keuntungan yang dilakukan Halliburton.
    Rekomendasi bacaan:
    The Halliburton Agenda: The Politics of Oil and Money (Wiley & Sons Inc) by Dan Briody
    The War on Terrorism's Gravy Train: Halliburton Makes a Killing on Iraq War
    (Corp Watch) by Pratap Chatterjee

    Sleeping with the Enemy: Presiden George W. Bush pernah memberikan pernyataan bahwa Pemerintah AS akan membekukan aset-aset Perusahaan yang berbisnis dengan Osama bin Laden, untuk mencegah pembiayaan terorisme global, “If you do business with terrorists, you will not do business with America!”, ujarnya. Terjemahan: bila anda berbisnis dengan teroris. Anda tidak akan bisa berbisnis dengan Amerika!

    Namun yang George W.Bush lupa bilang adalah..

    The Carlyle Group: sebuah perusahaan Asset Management (pengelola aset), yang mencarikan solusi pendanaan untuk pembiayaan project (modal kerja) bagi perusahaan-perusahaan di Amerika, salah satunya melalui Private Equity (penyertaan modal dari investor, baik dalam maupun luar negeri). Carlyle Group membuka jalan bagi investor asing untuk berinvestasi di berbagai macam industri strategis di Amerika Serikat, memberikan solusi pendanaan untuk perusahaan-perusahaan pemilik project yang membutuhkannya. Namun yang paling menarik untuk disimak adalah Pembelian United Defense Industries.
    United Defense Industries, dibeli Carlyle Group dengan nilai akuisisi 850 juta Dollar, yang merupakan penyaluran investasi terbesar yang pernah dilakukan Carlyle Group. United Defense adalah salah satu Pabrik Senjata dan Kontraktor Pertahanan Swasta terbesar, dengan produk-produk seperti: M2 Bradley Infantry Fighting Vehicle (IFV), M3 Bradley Cavalry Fighting Vehicle (CFV), dll., yang mana setelah Tragedi 9/11, Pemerintah AS belanja jor-joran unit-unit kendaraan tempur M2 & M3 Bradley tersebut dari United Defense untuk dipergunakan di Irak.

    Tebak siapa salah satu Investor United Defense? Saudi Bin Ladin Group
    Tebak siapa salah satu Direktur Carlyle Group? George H. Bush (Bush Sr.)


    Saudi Bin Ladin Group (SBG), adalah konglomerasi industri konstruksi Arab Saudi yang dimiliki oleh Sheikh Mohammed bin Laden Sayyid, ayah dari Osama Bin Laden. SBG telah melakukan investasi di industri migas Texas, Amerika Serikat sejak tahun 1970-an. Salah satu investasi SBG adalah ke Harken Energy Corp., Dallas, Texas, dimana George W. Bush kelak bergabung menjadi salah satu Direktur pada tahun 1986, dan diberikan 212.000 lembar saham. Melalui koneksinya di White House, yakni semenjak ayahnya Bush Sr. menjabat Presiden AS pada Januari 1989, Harken Energy banyak memenangkan tender proyek “basah” dari Pemerintah AS.
    Pada tahun 2003, Carlyle Group berdalih bahwa kepemilikan Saudi Bin Ladin Group di United Defense hanyalah saham minoritas sebesar 7%. Carlyle Group akui pernah menerima aliran dana 2 juta Dollar dari saudara kandung Osama yang bernama Shafiq bin Laden pada tahun 1995, namun dana berikut saham kepemilikan SBG di United Defense diklaim telah dilikuidasi dan dikembalikan pada Oktober 2001, yakni hanya sebulan setelah Tragedi 9/11. Namun yang Carlyle Group lupa bilang adalah: SBG bukan satu-satunya investor dari jaringan keluarga Bin Ladin Arab Saudi.

    Pada tahun 1992, The Financial Crimes Enforcement Network (FinCEN), bagian dari U.S. Justice Department (departemen kehakiman AS) menindak-lanjuti laporan atas kemungkinan tindakan kriminal Money laundering (pencucian uang) yang dilakukan oleh James Bath, sahabat karib George W. Bush dari semasa meniti karir di Texas Air National Guard (angkatan udara AS Texas). James Bath yang memiliki afiliasi dengan dinas intelijen CIA, diduga menyalurkan dana dari konglomerasi Arab Saudi ke berbagai perusahaan swasta di Amerika.
    Penyelidikan ini adalah salah satu Skandal terbesar di Amerika yang melibatkan banyak politikus penting di Washington, yang bisa ditebak: berakhir di “peti es” (kasusnya menghilang tanpa jejak). Dalam sebuah kesaksian dibawah sumpah di Pengadilan Texas tahun 1992, James Bath mengakui bahwa ia menyalurkan dana dari 4 konglomerasi terkaya di Arab Saudi, yang dua diantaranya adalah: Saudi Bin Ladin Group SBG, dan Sheik Khalid bin Mahfouz yang juga masih lingkar keluarga Bin Ladin, owner dari Bank of Credit and Commerce International BCCI, sebuah bank raksasa multinasional yang memiliki cabang di 73 negara, tak terkecuali di Washington, Paris, Geneva, London dan Hongkong. BCCI telah lama dicurigai sebagai “Bank Hitam” yang memberikan layanan perbankan bagi Kartel Narkotik Medellin, TRIAD “Golden Triangle” (kartel heroin Asia), membiayai diktator Panama Manuel Noeriega, membiayai Saddam Hussein, dan tentunya membiayai operasional jaringan teroris Al-Qaeda asuhan Osama bin Laden.
    James Bath juga mengakui dibawah sumpah bahwa sebagian besar investasi yang disalurkannya ke Amerika, dilakukan dengan metoda menggunakan (meminjam) nama-nya, dengan imbalan sebesar 5% dari nilai pencairan investasi. Berikut ini beberapa investasi yang diketahui disalurkan dari keluarga Bin Ladin melalui James Bath:
    #1. Arbusto Ltd., perusahaan milik George W. Bush, menerima aliran dana dari Saudi Bin Ladin Group SBG, diperkuat oleh Laporan Pajak Arbusto, yang mana James Bath memiliki 5% saham,
    #2. Harken Energy Corp., perusahaan yang mana George W. Bush menjabat menjadi Direktur, dan memegang 212.000 lembar saham, juga menerima aliran dana dari Saudi Bin Ladin Group,
    #3. George W. Bush, menerima aliran dana berupa pinjaman sebesar 25 juta Dollar dari Union des Banques Suisses, sebuah Bank di Swis yang sebagian sahamnya dimiliki oleh BCCI,
    #4. Aliran dana dari SBG dan BCCI juga diketahui diterima oleh Worthen Banking Corporation, Arkansas, dan Main Bank, Houston, Texas yang mana kedua bank tersebut kemudian memberikan pinjaman sebesar 1,4 juta Dollar ke George W. Bush pada tahun 1990.

    yang George W.Bush lupa bilang adalah..
    Sheik Khalid bin Mahfouz (bos BCCI) adalah salah satu investor terbesar
    Carlyle Group & sumber dana akuisisi United Defense.

    Tidak hanya itu, Khalid bin Mahfouz juga mengalirkan dana ke Caterair, sebuah maskapai penerbangan anak perusahaan dari Carlyle Group, yang mana George W. Bush juga memiliki saham disitu. Akhir cerita, United Defense-Carlyle Group membukukan keuntungan 13,5 miliar Dolar dari penjualan berbagai macam persenjataan (termasuk M2 & M3 Bradley) untuk kebutuhan di Afghanistan dan Irak, yang dibayar militer AS dari anggaran pertahanan.
    Rekomendasi bacaan:
    House of Bush, House of Saud: The Secret Relationship Between 
    the World's Two Most Powerful Dynasties (Scribner) by Craig Unger

    Pada pagi na’as 11 September 2001, saat dunia terbelalak tak percaya melihat dua pesawat ditabrakan ke menara kembar World Trade Center, di hotel Ritz Carlton New York tak jauh dari WTC, tengah berlangsung investor conference yang diadakan oleh Carlyle Group. Dalam pertemuan tersebut hadir Bush Sr. dan Shafiq bin Laden (saudara kandung Osama). Berita pertemuan ini telah dilansir oleh beberapa media kredibel di Barat, yakni: Washington Post 16/3/2003, Observer 16/6/2002, dan London Times 8/5/2003.
    Tidak akan ada yang tahu apa yang dibicarakan oleh Bush Sr. dan Shafiq bin Laden di Ritz Carlton saat menara kembar WTC runtuh, tapi satu hal yang pasti, Mustahil administrasi Bush dan Pemerintah AS tidak mengetahui lingkar keluarga Bin Ladin membiayai aksi teror Osama & Al-Qaeda. Pada tahun 1999, investor Carlyle Group, Khaled bin Mahfouz (bos BCCI), diketahui mengalirkan dana 10 juta Dollar langsung ke rekening Osama bin Laden. Dana sejumlah 3 juta Dollar dari rekening Khaled bin Mahfouz di National Commercial Bank juga diketahui ditransfer ke Capitol Trust Bank New York, didepositokan ke rekening Yayasan Islamic Relief dan Bless Relief, yayasan yang masuk “Daftar Hitam” CIA karena dicurigai mendukung secara finansial dan membiayai aksi terorisme global al-Qaeda.
    Transaksi Pasar Modal Mencurigakan: berdasarkan artikel "Stocks Inquiry: Millions of shares sold before disaster” by James Doran yang dimuat oleh Majalah Times, beberapa praktisi Pasar Modal menemukan transaksi sangat mencurigakan yang terjadi di Wall Street (Bursa Efek New York) tepat sebelum terjadinya serangan 11 September, keanehan tersebut adalah tingginya transaksi Put Option yang dibeli 3 hari sebelum serangan.

    Put Option adalah transaksi pasar modal yang bertaruh harga saham akan turun pada waktu yang disepakati. Misal: A menggunakan Put Option jual saham kepada B pada harga X dengan jangka 1 bulan. Setelah 1 bulan, B wajib bayar saham tsb ke A dengan harga X, dan apabila harga saham hari itu turun lebih rendah dari X, maka A menikmat keuntungan dari selisih harga.

    Anehnya, tingginya pembelian Put Option hanya pada dua saham Maskapai yang pesawat-pesawatnya digunakan teroris untuk menabrak menara kembar WTC dan Pentagon, yakni: American Airlines dan United Airlines. Seolah-olah segelintir orang telah mengetahui bahwa sesuatu yang kontra-produktif akan menimpa kedua Maskapai tersebut. Tak hanya itu, Put Option dari Morgan Stanley dan Dean Witter, dua perusahaan yang berkantor di lantai 22 gedung WTC juga diborong beberapa hari sebelum serangan.
    Dan tentunya harga saham kedua Maskapai tersebut benar-benar anjlok setelah Tragedi 9/11, dan memberikan keuntungan juta-an Dollar bagi para pemegang Put Option. FBI memiliki Join-Ops (operasi gabungan) dengan SEC (Bapepam AS) yang memonitor secara rutin pergerakan pasar modal, terutama anomali transaksi dan indikasi penyimpangan. Namun tidak ada satupun dari pembeli Put Option tersebut yang dipanggil (apalagi ditindak), bahkan tidak pernah disinggung dalam Laporan 9/11 Commission.
    Larry Silverstein, konglomerat owner dari Silverstein Properti & Developer membeli gedung menara kembar World Trade Center hanya dua bulan sebelum Tragedi 9/11, dan mendapatkan santunan dari Asuransi gedung sebesar 4,9 milyar Dollar. Kebetulan?
    6. Kejanggalan-kejanggalan 911
    Federal Emergency Management Agency (FEMA), sebuah instansi pemerintah AS yang beroperasi dibawah US Homeland Security, memiliki tanggung-jawab sebagai koordinator dalam situasi terjadinya bencana di wilayah AS, baik oleh alam maupun manusia, menerbitkan sebuah Manual (buku panduan) yang berjudul “EMERGENCY RESPONSE TO TERRORISM: SELF-STUDY” pada tahun 1997, dengan cover (sampul depan) bergambar gedung menara kembar World Trade Center (WTC) New York, yang mana pada North Tower (menara utara) diberikan Target teropong senapan. FEMA menerbitkan panduan ini 4 tahun sebelum terjadi serangan Teroris ke menara kembar pada 11 September 2001.
    Pada September 2000, para think tank (cendikia) neo-konservatif terbaik Amerika, yang terdiri dari: Dick Cheney, Donald Rumsfeld, Paul Wolfowitz dan Jeb Bush (saudara kandung Presiden George W. Bush), menulis sebuah Laporan yang berjudul “Project for the New American Century”, berisikan rekomendasi bagi pemerintah AS untuk meninjau ulang kebijakan pertahanan dan kebijakan luar negeri, pendayagunaan kekuatan militer, dan pendaya-gunaan sumber daya untuk milenium baru. Salah satu paragraf dalam Laporan tersebut berbunyi:

    the process of transformation, even if it brings revolutionary change, is likely to be a long one, absent some catastrophic and catalyzing event – like a new Pearl Harbor.” Terjemahan: proses transformasi, meskipun revolusioner, akan berlangsung lambat tanpa hadirnya sebuah musibah besar yang menjadi “picu”, bagaikan Pearl Harbor baru.

    Tragedi 9/11 meminta kita untuk mencerna kejadian pada pagi na’as 11 September, 19 orang Arab bersenjatakan pisau cutter pemotong karton, membajak 4 pesawat komersial dan menerbangkan raksasa angkasa tersebut selama 1 jam 45 menit, melewati zona angkasa yang paling terproteksi oleh Angkatan Udara dengan sistem radar pertahanan tercanggih di dunia, yang mampu mengirimkan skuadron jet tempur dengan kecepatan 3000 km/jam yang dapat menembakkan rudal-rudal berpanduan laser super akurat yang mampu menghancurkan sasaran sebesar koin berkilo-kilometer jauhnya,
    Laporan penyelidikan 9/11 Commission yang disusun oleh Pansus Congressional Joint Enquiry, menceritakan episode kebingungan petugas FAA membaca radar, miskomunikasi, SOP (Standar Operasi Prosedur) pangkalan militer yang canggung, dan ketidak-pastian Rules of Engagement (aturan main) rantai komando militer. Seolah menggambarkan seluruh pejabat & perwira militer yang bertugas pada pagi itu adalah para mahasiswa yang sedang magang.
    SOP pertahanan zona angkasa AS dilakukan melalui koordinasi erat, ketat, dan tegas antara dua instansi, yakni: Federal Aviation Administration FAA (badan administrasi penerbangan AS) dan North American Aerospace Defense Command NORAD (komando militer pertahanan angkasa AS). Petugas ATC Air Traffic Controllers (pengendali lalu lintas udara) dari FAA adalah personel yang sangat terlatih, profesional, dan sangat terbiasa menghadapi layar monitor Radar yang memantau lalu-lintas angkasa terpadat di dunia. Rules of engagement dan rantai komando militer pangkalan Angkatan Udara AS dipatuhi dengan ketat dan tegas. yang mendekatkan kita kepada satu kesimpulan: telah terjadi pelanggaran SOP berat pada pagi na’as 11 September.
    Peta atas kiri: lokasi FAA Control Center (pusat kendali FAA). Peta atas kanan: Pangkalan AU NORAD. dapat kita lihat dengan jelas FAA New York lokasinya cukup dekat dengan NORAD Langley dan Otis
    Cerita resmi pemerintah AS: Pada Laporan 9/11 Commission, berdasarkan keterangan dari petugas ATC, skenario pembajakan pesawat telah disadari pada jam 8:15, yakni 30 menit sebelum pesawat pertama ditabrakan ke North Tower pada jam 8:46 pagi waktu Amerika. Lalu disebutkan bahwa pangkalan AU NORAD menerbangkan jet tempur untuk mencegat baru pada jam 8:53, yakni 38 menit setelah petugas ATC menyadari situasi pembajakan.
    FAA memiliki 22 Control Center (pusat kendali lalu lintas udara), lebih dari 26.000 petugas ATC, 400 Control Tower (menara kendali lalu lintas), 195 Radar yang memantau setiap milimeter zona angkasa AS, belum termasuk 34.000 sistem monitor, komunikasi dan navigasi tercanggih di dunia, bekerja non-stop 24 jam 7 hari. Setiap petugas ATC memiliki akses ke fasilitas radar canggih Terminal Radar Approach Controls (TRACON) yang memantau pergerakan setiap pesawat dari mulai lepas landas sampai jarak sejauh 30 kilometer, yang kemudian diserahkan-terimakan kepada Petugas ATC pada zona angkasa berikutnya yang juga sedang menatap layar monitor Radar TRACON-nya. *)

    *) berdasarkan data dari FAA REPORT: Administrator’s Fact Book dated July 2001

    Pada pagi na’as 11 September, 4 pesawat yang dikuasai para pembajak masuk dalam pantauan zona angkasa FAA regional: Boston Center, New York Center, Cleveland Center, dan Indianapolis Center (wilayah berwarna kuning pada peta diatas), yang mana setiap Control Center tersebut menjalin komunikasi dan koordinasi erat antara satu dengan lainnya.
    Berdasarkan SOP FAA: setiap pesawat, baik komersial atau jenis apapun, yang lepas landas ataupun memasuki zona angkasa AS, wajib mengikuti Flight Plan (rute terbang), yang mana setiap Flight Plan memiliki Fix Points (titik-titik koordinat), yang mana setiap pesawat wajib terbang mengikuti koordinat tersebut demi keamanan di udara. Ketika sebuah pesawat melenceng keluar dari Fix Point, Radar seketika memperingatkan Petugas ATC, yang akan segera menghubungi Pilot melalui Radio dan meminta Pilot untuk kembali ke rute terbang. Apabila Pesawat bersangkutan tidak menurut, Petugas ATC saat itu juga wajib melapor ke FAA Control Center, yang akan meneruskannya ke Pentagon National Military Command Center (NMCC), yang akan memerintahkan NORAD untuk memberangkatkan jet tempur, yang mana seluruh prosedur dapat dilakukan dibawah 15 menit atau yang dikenal dengan permanent 15-minute alert (siaga permanen siap cegat dalam 15 menit).
    Air Power Against Terror: America's Conduct of Operation Enduring Freedom
    (US National Defense Research Institute) by Benjamin S. Lambeth:

    Komando pertahanan angkasa NORAD memiliki 7 pangkalan berstatus siaga, dengan masing-masing 2 jet tempur dalam status permanent 15-minute alert (siap cegat 15 menit), dengan total 14 jet tempur tersebar di 3 sektor regional, yang mana zona angkasa New York masuk dalam sektor Northeast Air Defense Sector (NEADS) yang memiliki 4 jet tempur, yakni: dua jet tipe F-15 Eagle di Otis Air National Guard Base, Cape Cop, Massachusetts, dan dua jet tipe F-16 Fighting Falcon di Langley Air Force Base, Langley, Virginia, yang mana jet-jet tersebut dalam status permanent 15-minute alert.
    Kronologis kejadian: Berdasarkan Laporan 9/11 Commission, Pesawat American Airline kode Flight 11 tidak menjawab komunikasi Radio Petugas ATC pada jam 8:15 (lihat gambar bawah). Lalu FAA Control Center melaporkan situasi tersebut ke Komando Pertahanan NORAD pada jam 8:37. Pesawat Flight 11 menabrak North Tower (gedung 1 WTC) pada jam 8:46. Kemudian 2 jet tempur F-15 baru mengudara dari Otis Air National Guard Base pada jam 8:53, membutuhkan waktu total 38 menit terhitung dari Flight 11 tidak dapat dihubungi oleh Petugas ATC.
    Kejanggalan cerita ini adalah:
    #1. Selain memutuskan komunikasi, para teroris juga mematikan Transponder (alat pengirim sinyal identifikasi pada pesawat) saat membawa pesawat Flight 11 keluar jalur, yang seharusnya mempercepat pengambilan keputusan untuk melapor ke NORAD. Namun FAA seolah tidak terburu-buru untuk melakukan laporan.
    #2. FAA Control Center baru melaporkan situasi pembajakan ke NORAD pada jam 8:37, butuh waktu 22 menit (hampir setengah jam) terhitung dari Petugas ATC tidak dapat menghubungi pesawat Flight 11 yang melenceng dari jalur pada jam 8:15. Terlalu lambat untuk SOP FAA yang mengharuskan FAA menghubungi NORAD detik itu juga, atau paling lambat pada 8:16,
    #3. Dua Jet tempur F-15 yang pertama kali mengudara dari Otis Air National Guard Base, berjarak 250 kilometer dari WTC New York, setidaknya dapat mencegat United Airlines Flight 175, sebelum pesawat kedua ditabrakan ke South Tower pada jam 9:03. Namun entah kenapa, kedua F-15 terlambat sampai di tujuan.
    #4. F-15 Eagle memiliki Top speed 2,7 Mach (2,7 kali kecepatan suara). 1 Mach = 1200 km/jam. Maka 2,7 Mach = 3.240 km/jam, yang berarti kedua jet F-15 dari Otis Airbase dapat tiba di WTC New York hanya dalam waktu 4,6 menit bila memacu kecepatan maksimum, atau dapat tiba pada jam 8:58, yakni 5 menit sebelum Flight 175 menabrak South Tower pada 9:03.
    Namun kedua jet F-15 tersebut baru tiba di WTC New York 18 menit kemudian pada jam 9:11, yang berarti hanya terbang pada kecepatan 830 km/jam, atau hanya menggunakan sekitar 25% dari kecepatan maksimumnya.


    Seharusnya Tragedi 9/11 masih bisa minimalisir, apabila pada pagi na’as 11 September, FAA dan NORAD berkomunikasi dan berkoordinasi cekatan sesuai dengan SOP, juga bila Pilot memacu jet tempur F-15 dengan kecepatan maksimum, maka penabrakan Flight 175 (pesawat kedua) ke South Tower WTC seharusnya masih bisa dicegah. Namun entah kenapa FAA membutuhkan waktu 22 menit untuk melaporkan Flight 11 yang telah memutuskan komunikasi & Transponder. Dan entah kenapa Pilot dari kedua F-15 memutuskan untuk tidak memacu jet tempur mereka, seolah tidak terburu-buru menuju WTC.
    Penggunaan Controlled Demoliton (peledakan presisi) pada gambar atas kanan menyebabkan semburan ledakan yang khas (lihat tanda panah). Gambar atas kiri: semburan ledakan yang mirip tertangkap kamera pada gedung WTC
    Banyaknya ditemukan cerita yang tidak konsisten dengan fakta di lapangan pada konten laporan 9/11 Commission (yang dapat diakses bebas oleh publik), telah memicu gelombang kritik dari berbagai elemen masyarakat dan kalangan profesional di Amerika. Insinyur teknik, ahli kimia sampai sineas lokal disana berlomba menyumbang pemikiran mereka mempertanyakan banyak hal yang dianggap tidak logis atau melanggar kaidah akal sehat dari cerita resmi pemerintah.
    Salah satunya adalah karakteristik runtuh gedung menara kembar World Trade Center yang menurut analisa para ahli teknik sangat memiliki ciri khas runtuh akibat peledakan presisi menggunakan bahan peledak, seperti ditemukannya semburan ledakan (gambar atas), dan cara rubuh gedung yang bersifat sangat "metodis" (jatuh bebas tanpa hambat), yang menandakan terjadinya pelemahan terencana pada lantai-lantai bawahnya.
    Gambar atas: gedung yang diruntuhkan menggunakan controlled demolition (peledakan presisi), yang runtuh secara "Metodis" (jatuh bebas tanpa hambatan), dapat dilakukan dengan cara meledakkan lantai-lantai bawahnya dengan penuh perhitungan untuk membuka jalan, menciptakan gerakan Free Fall (terjun bebas) vertikal.
    Gambar atas: gedung-gedung yang runtuh alami (misal: disebabkan oleh desain konstruksi yang buruk) memiliki karakteristik runtuh acak tak berpola dengan banyak bagian dari gedung masih utuh, sangat berbeda dengan yang diruntuhkan oleh peledakan presisi yang menyebabkan gedung hancur bagaikan "bubur" disebabkan oleh peledakan yang dilakukan pada setiap lantai, seperti yang terjadi pada menara kembar WTC.
    Penyelidikan atas penyebab runtuhnya South & North Tower dari gedung WTC dilakukan pertama kali oleh Federal Emergency Management Agency (FEMA), menggandeng Structural Engineering Institute of the American Society of Civil Engineers (SEI/ASCE) menerbitkan Laporan Building Performance Study (BPS) pada Mei 2002 sebagai "adendum" (tambahan pelengkap) dari Laporan 9/11 Commission, memberikan kesimpulan bahwa runtuhnya kedua menara WTC disebabkan oleh: benturan pesawat yang menyebabkan kerusakan Struktur, dan terutama oleh Api yang berasal dari Jet Fuel (bahan bakar pesawat) yang melemahkan struktur baja, kemudian menyebabkan keruntuhan.

    South Tower: United Airlines Flight 175 dihunjamkan ke menara 110 lantai ini tepat diantara lantai 77 dan lantai 85, yang lalu runtuh pada jam 9:59 setelah terbakar oleh Jet Fuel selama 56 menit (1 jam).
    North Tower: American Airlines Flight 77 menghantam menara 110 lantai ini tepat diantara lantai 93 dan lantai 99, yang lalu runtuh jam 10:28 setelah terbakar Jet Fuel selama 102 menit. (1 jam 40 menit)

    The National Institute of Standards and Technology (NIST), sebuah Biro Pemerintah AS dibawah Departemen Perdagangan, yang memiliki wewenang dalam penetapan standarisasi industri, sains dan teknologi, juga melakukan penyelidikan terhadap penyebab runtuhnya kedua menara kembar WTC, dan memberikan kesimpulan yang mendukung Laporan BPS oleh FEMA, yakni: penyebab runtuh adalah kolom penyangga rusak oleh benturan, lalu patah akibat terbakar Api dari Jet Fuel (BBM pesawat).

    Sanggahan dari para ahli:
    #1. Professor Steven E. Jones, seorang Ahli Fisika berpengaruh di AS (ahli fusion energy) dari Structural Engineering Faculty (fakultas teknik struktur) Brigham Young University
    #2. Kevin Ryan, seorang Ahli Fisika, Direktur dari Environmental Health Laboratories Inc. yang ditunjuk Pemerintah AS untuk meneliti komponen Baja yang digunakan pada konstruksi gedung WTC
    #3. Frank Legge, PhD, seorang Ahli Kimia dari University of Western Australia
    #4. Tony Szamboti, M.E., seorang Ahli Teknik, dan James R. Gourley, seorang Ahli Kimia
    Para ahli di bidang fisika, kimia dan teknik diatas melakukan penelitian terhadap puing-puing reruntuhan gedung WTC, dan membawa beberapa sampel debu dari Ground Zero (TKP) ke Laboratorium untuk dianalisa, dan hasil penemuan mereka adalah: "Ditemukan bukti kandungan Nano-thermite dalam sampel debu dari reruntuhan menara kembar World Trade Center." *)
    *) Open Chemical Physics Journal: Active Thermitic Material Discovered in Dust from the 9/11 World Trade Center Catastrophe by Steven E. Jones, Kevin R. Ryan, Frank M. Legge, James R. Gourley, Niels H. Harrit, Daniel Farnsworth, Gregg Roberts, Bradley R. Larsen, Jeffrey Farrer
    Para ahli tersebut menemukan bukti adanya Nano-thermite (serbuk mesiu militer) di reruntuhan menara kembar WTC. Ditemukan molten metal (logam mencair karena panas) di puing-puing reruntuhan menara kembar WTC, yang merupakan bukti terjadinya peningkatan suhu luar biasa yang hanya bisa terjadi oleh reaksi eksotermik (pelepasan energi panas) oleh serbuk mesiu Nano-thermite.
    Carbon Steel (baja) memiliki melting point (titik lebur) 1500 derajat Celcius
    Jet fuel menghasilkan suhu 260-315 derajat Celcius di udara terbuka (open air)
    Suhu api dari jet fuel tidak cukup untuk melumerkan baja struktur WTC
    Data akurat dari suplier Jet Fuel ME Petroleum, spesifikasi JET FUEL tipe JET A-1 (US JET A) Internationally Standardized Unleaded / Paraffin Oil-based Fuel: Klik

    Jet fuel mampu menghasilkan suhu maksimal 980°C dalam ruangan tertutup, yang mana kondisi lantai 70-90 pencakar langit WTC dengan dinding menganga sebesar badan pesawat, sama sekali tidak masuk kategori tertutup, yang membuatnya masuk ke kategori Open Air Burning (pembakaran di udara terbuka). Professor Thomas W. Eagar, Professor of Materials and Systems Engineering dari Massachusetts Institute of Technology (MIT), menambahkan: kuantitas bahan bakar tidak meningkatkan suhu, namun hanya memperluas daerah penyebaran panas. Maka 38.000 liter BBM pesawat tidak serta-merta menyebabkan peningkatan suhu.
    Gambar bawah: pencakar langit yang tidak runtuh oleh kebakaran hebat: The First Interstate Tower. Pencakar Langit 64 lantai di Los Angeles, AS. Kebakaran hebat mulai dari lantai 12, api melahap 5 lantai (sampai lantai 17). Baru bisa dipadamkan setelah 3,5 jam. Bila dibandingkan dengan South Tower WTC, terbakar 3,5x lebih lama, api lebih hebat, tidak runtuh.
    Gambar bawah: pencakar langit yang tidak runtuh oleh kebakaran hebat: One Meridian Plaza. Pencakar Langit 38 lantai di Philadelphia, AS. Kebakaran hebat mulai dari lantai 22, api melahap 8 lantai (sampai lantai 30). Baru bisa dipadamkan setelah 19 jam. Bila dibandingkan dengan South Tower WTC, gedung terbakar 19x lebih lama, api lebih hebat, tidak runtuh.
    Gambar bawah: pencakar langit yang tidak runtuh oleh kebakaran hebat: The Windsor Tower. Pencakar Langit 32 lantai di Madrid, Spanyol. Kebakaran hebat mulai dari lantai 21, api melahap seluruh lantai. Baru bisa dipadamkan setelah 24 jam. Bila dibandingkan dengan South Tower WTC, terbakar 24x lebih lama, api lebih hebat, tidak runtuh.
    Peristiwa kebakaran gedung-gedung pencakar langit diatas bahkan disertakan juga dalam Laporan resmi NIST sebagai perbandingan: "therefore concluded that the fires in First Interstate Bank and One Meridian Plaza were at least as severe, and probably more severe, than the fires in WTC." Terjemahan: bersama ini menyimpulkan bahwa Kebakaran yang terjadi di First Interstate Tower dan One Meridian Plaza adalah sama hebat, bahkan lebih hebat dari Kebakaran di WTC. *)
    *) NIST “National Construction Safety Team on the Collapses of the World Trade Center Tower,
    (NCSTAR) vol.1-9, Final Report, page 341
    Gambar atas: juga berasal dari Laporan resmi NIST NCSTAR vol.1-2, pages 222-223, pada gambar paling kiri dapat dilihat bahwa benturan pesawat tidak membuat kerusakan signifikan pada Core Structure (struktur inti), melainkan hanya merusak kurang dari 1/3 bagian Core Structure. Sedangkan pada dua gambar paling kanan, dapat dilihat bahwa gedung First Interstate Tower memiliki Core Structure yang mirip dengan menara kembar WTC.

    Ada laporan Building Performance Study (BPS) yang diterbitkan biro pemerintah AS FEMA dan NIST, menyertakan analisa runtuhnya North Tower WTC oleh Profesor Zdeněk Bažant dari Civil and Environmental Engineering Faculty Northwestern University, yang berbunyi: "the kinetic energy imparted by a falling upper section onto the floor below was an order of magnitude greater than that which the lower section could support." Terjemahan: energi kinetik dari lantai atas yang jatuh ke lantai bawah, memiliki intensitas yang lebih besar daripada kemampuan lantai bawah menyangga, sehingga menyebabkan keruntuhan.
    yang kemudian dikenal dengan Pancake Theory (teori surabi)
    Teori ini langsung mendapat kritikan keras dari para ahli fisika seantero Amerika yang menyatakan bahwa "teori panekuk" sebagai sesuatu yang absurd karena melanggar hukum fisika Newton. Profesor Zdeněk Bažant meminta dunia untuk mengakomodir kemungkinan struktur inti menara WTC yang dalam hal ini sebanyak 80 lantai tidak sanggup menahan beban 30 lantai diatasnya. Notabene ini adalah menara WTC yang strukturnya didesain untuk sanggup menahan beban sampai 5x beratnya
    Isaac Newton, layak mendapat gelar "Bapak ilmu pengetahuan" karena menjadi pelopor peneliti gejala alam dan menuangkannya kedalam rumusan yang jadi aturan baku ilmu fisika digunakan sampai hari ini. Salah satu hukumnya bernama "Newton First Law of Motion: The Law of Inertia" (Hukum Gerak inersia) yang berbunyi: "an object in motion tends to stay in motion with the same speed and same direction" Terjemahan: obyek bergerak akan tetap bergerak dengan kecepatan yang sama dan arah yang sama.

    Mempersiapkan "Pengantin": Setelah Laporan 9/11 Commission rampung disusun, seluruh dokumen disimpan di National Archives and Records Administration (NARA), dan dikunci selama 4,5 tahun, sampai akhirnya dibuka untuk publik pada tahun 2009. Berikut ini adalah penyelidikan yang dilakukan oleh Mark H. Gaffney, seorang peneliti dan penulis di AS, terhadap Laporan 9/11 Commission mengenai sang teroris Hani Hanjour yang menabrakan Flight 77 ke Pentagon.
    Hani Hanjour, asal Arab Saudi, mendaftar ke Sekolah Pilot Sierra Academy of Aeronautics di Oakland, Amerika pada September 1996, mengambil kursus Flight Training (pelatihan pilot pesawat), namun menghilang setelah menghadiri kelas orientasi berdurasi 30 menit pada 8 September, dan tidak pernah kembali lagi. Berita ini juga dilansir oleh beberapa media kredibel di Barat sbb: CBS 10/10/2001, San Francisco Chronicle 10/10/2001, Associated Press 10/11/2001, dan Star-Tribune 12/21/2001.
    Akhir tahun 1996, Hani Hanjour mendaftar ke CRM Airline Training Center di Scottsdale, Arizona, mengambil kursus 3 bulan untuk mendapatkan Private Pilot’s License PPL (surat izin pesawat pribadi), yang mana Hani Hanjour dinyatakan tidak lulus , berita ini juga dilansir oleh kantor berita Los Angeles Times 9/27/2001. Duncan Hastie, pemilik dari CRM Airline Training Center, memberikan pernyataan mengenai Hani Hanjour, "a weak student, who was wasting our resources", Terjemahan: seorang pelajar tidak pintar yang hanya membuang-buang waktu kami.
    Duncan Hastie juga menyatakan, "He was not able to fly solo in a small plane, which is equivalent to getting out of a parking space in a car and stopping.", Terjemahan: Dia (Hani Hanjour) tidak mampu mengendalikan pesawat kecil, bagaikan tidak mampu untuk keluar dari tempat parkir dan menginjak rem saat menyupir mobil. Lalu Hani Hanjour kembali menghilang, dan baru muncul lagi pada Desember 1997. Namun lagi-lagi Hani Hanjour dinyatakan tidak lulus mendapatkan PPL (izin mengemudi) single-engine aircraft (pesawat kecil bermesin tunggal). Setelah itu, Hani Hanjour menghubungi CRM Airline Training Center sebanyak 2x dalam setahun meminta pelatihan pilot pesawat komersial, namun ditolak oleh Duncan Hastie dengan alasan, "he wanted to be an airline pilot, that’s why I didn’t allow him to come back. I thought, You’re never going to make it". Terjemahan: ia ingin menjadi pilot pesawat komersial, makanya saya tidak izinkan untuk kembali, karena menurut saya dia tidak akan berhasil.” Berita ini juga dilansir oleh kantor berita sbb: Los Angeles Times 27/9/2001, Chicago Tribune 2/10/2001, dan Washington Post 10/9/2002.
    Setelah ditolak CRM Airline Training Center, Hani Hanjour mendaftar ke Sawyer Aviation, sekolah penerbangan berstandar rendah di Amerika yang dikenal tidak sulit menerima murid. Wes Fult, manajer dan instruktur di Sawyer memberikan pernyataan, "He had only the barest understanding of what the instruments were there to do.", Terjemahan: Ia memiliki pemahaman sangat dasar dalam mengoperasikan instrumen pesawat. Setelah menggunakan Flight Simulator (mesin simulasi terbang) hanya sebanyak 3-4x, Hani Hanjour kembali menghilang. Wes Fult menambahkan, "he got overwhelmed with the instruments in the school’s flight simulator.” Terjemahan: ia bingung menggunakan instrumen pesawat pada mesin simulasi terbang. Berita ini juga dilansir oleh kantor berita Washington Post 15/10/2001.
    Anehnya, setelah dinyatakan tidak lulus oleh 2 sekolah penerbangan (CRM dan Sawyer), Hani Hanjour mendapatkan Izin Pilot pada April 1999. FAA memberikan Airplane Multi-Engine Commercial Pilot License (izin pilot pesawat komersial) kepada orang yang tidak mampu mengendalikan pesawat kecil, dan juga tidak menguasai bahasa inggris dengan baik. Sebagai catatan: pada tahun 2001, Arizona Flight School (sekolah penerbangan Arizona) mengadukan Hani Hanjour ke FAA sebanyak 5x sehubungan buruknya kemampuan bahasa Inggris-nya, yang tidak digubris oleh FAA. Hani Hanjour juga tidak lulus ujian tulisan untuk SIM (surat izin mengemudi) beberapa minggu sebelum Tragedi 9/11.
    FAA berdalih bahwa Izin Pilot pesawat komersial Hani Hanjour diberikan oleh outsourcing (pegawai kontrak) bernama Daryl Strong, yang diduga telah menerima sogokan dan meluluskan Hani Hanjour. Konyolnya, Daryl Strong yang (konon) menerima sogokan dan memberikan Izin Pilot kepada teroris yang menggunakannya untuk menyerang Amerika, tidak dihukum.
    Sebuah sekolah penerbangan bernama Jet Tech, Phoenix, Arizona, pernah mempertanyakan Izin Pilot Hani Hanjour kepada FAA dikarenakan bahasa inggris-nya yang begitu buruk. Peggy Chevrette, manajer operasi dari Jet Tech melayangkan pengaduan ke FAA, "he displayed a lack of understanding of some basic concepts. I couldn’t believe that he had a license of any kind with the skills that he had.", Terjemahan: Hani Hanjour gagal menunjukan pemahaman konsep yang paling dasar. Saya tidak mengerti bagaimana dia bisa mendapatkan izin pilot, dengan kemampuan yang dia punya. 
    Setelah beberapa kali Peggy Chevrette melayangkan protes, FAA akhirnya mengirimkan inspektur John Anthony ke Jet Tech, namun menyatakan tidak melihat ada masalah dengan Izin Pilot Hani Hanjour dan tidak mengambil tindakan. Anehnya lagi, Pan Am International (pemilik dari Jet Tech) menghentikan operasi dan menutup Jet Tech setelah Tragedi 9/11. Berita ini juga dilansir oleh kantor berita sbb: New York Times, dan Associated Press.
    Pada 29 Mei 2001, Hani Hanjour menyewa sebuah pesawat kecil dari Teterboro Airport, New Jersey, dan terbang ditemani instruktur, namun ditolak ketika mencoba merental kedua kalinya. Sang instruktur memberikan kesaksian ke 9/11 Commission, "would not allow it again because of Hanjour’s poor piloting skills". Terjemahan: tidak memberikan izin lagi karena buruknya kemampuan pilot Hanjour.
    Lalu pada tanggal 16-17 Agustus 2001, Hani Hanjour kembali mencoba menyewa pesawat dari Freeway Airport, Maryland, 32 kilometer dari Wahington. Meskipun menunjukan Izin Pilot FAA-nya, manajer Freeway Airport tetap meminta Hani Hanjour terbang bersama Instruktur. Selama dua hari terbang menggunakan pesawat kecil mesin tunggal tipe Cessna 172, instruktur Sheri Baxter dan Ben Conner melaporkan ke manajer bahwa Hani Hanjour memiliki kemampuan buruk dalam mengemudikan pesawat dan berbahasa inggris, dan berdasarkan penilaian tersebut, Freeway Airport menolak menyewakan pesawat.
    Laporan 9/11 Commission menyebutkan bahwa Hani Hanjour pernah menyewa sebuah pesawat kecil tipe Cessna 172 dari Congressional Air Charter, dekat Gaithersburg airport, dan instruktur tempat tersebut yang bernama Eddie Shalev memberikan kesaksian ke 9/11 Commission yang berbunyi, "Hanjour successfully conducted a challenging certification flight supervised by an instructor, landing at a small airport with a difficult approach." Terjemahan: Hanjour sukses menyelesaikan sertifikasi terbang, mampu mendarat di lapangan terbang kecil yang punya tingkat kesulitan tinggi.

    Pernyataan Eddie Shalev ini adalah satu-satunya pernyataan instruktur yang memuji kemampuan terbang Hani Hanjour, yang bertolak belakang dengan seluruh pernyataan dari instruktur lainnya,

    Ketika Mark Gaffney melakukan penyelidikan terhadap siapa Eddy Shalev, Mark menemukan informasi yang ia cari pada dokumen di National Archives yang berjudul "Memorandum for the Record". Yang mana Eddie Shalev AKA Guigui Shalev tercatat sebagai anggota militer linud (lintas udara) IDF Israel Defense Force (militer Israel). Eddie "Guigui" Shalev pindah kerja ke airport Congressional Air Charters pada April 2001, bertepatan dengan kunjungan Hanjour. Ketika Mark Gaffney mencoba menghubungi kediaman Eddie Shalev di Gaithersburg, Maryland, menemukan bahwa nomor telepon yang bersangkutan telah diputus. Mark Gaffney lalu mendatangi Departemen Imigrasi AS dan menemukan bahwa VISA Eddie Shalev telah habis pada Juli 2004, dan yang bersangkutan telah pulang ke Israel.
    Rekomendasi bacaan:
    The 9/11 Mystery Plane: And the Vanishing of America
    (Trine Day) by Mark Gaffney

    Laporan 9/11 Commission meminta dunia untuk "sedikit" mengesampingkan Logika dalam mencerna cerita 19 teroris bersenjatakan pisau kecil yang membelah pintu ke ruang kemudi pesawat bagaikan ksatria Jedi di film Star Wars, lalu menerbangkan gajah angkasa bagai Tom Cruise di film Top Gun, dan pencakar langit yang runtuh oleh api pertama dalam sejarah, jet tempur yang terbang slow motion, gerakan yang melanggar kaidah hukum fisika, sampai murid penerbang gagal yang diberikan ijin mengemudi pesawat komersial raksasa, Sementara di lain sisi, fakta-fakta yang bertolak-belakang dengan cerita resmi langsung didiskreditkan sebagai "Teori Konspirasi

    karena kaidah akal sehat adalah Teori Konspirasi.

    Masih ingat Senator Bob Graham yang dibahas pada Bab terakhir Bagian Pertama? Mungkin sudah saatnya menyegarkan memori (siapa tau ada yang terlewat tak membacanya). Senator Bob Graham adalah ketua Senate Intelligence Committee (komite intelijen senat AS) yang melakukan penyelidikan terhadap jaringan teroris 911, dan menemukan banyak bukti atas dukungan finansial dari lingkar keluarga kerajaan Arab Saudi, yang ia tuangkan dalam Laporan 27 halaman Congressional Inquiry's Final Report tahun 2002. 
    Testimoni Bob Graham: "the Bush administration and FBI blocked a congressional investigation into that relationship". Terjemahan: pemerintahan Bush dan FBI menghalang-halangi penyelidikan terhadap hubungan (Saudi & Teroris) tersebut.
    Michael Scheuer, mantan kepala CIA Counter Terrorism Center (unit anti teroris CIA), memberikan pernyataan kepada Washington Post tahun 2005, "bin Laden family in the US are nearly completely off limits to US law enforcement.", Terjemahan: keluarga Bin Laden di Amerika hampir tidak bisa disentuh oleh penegakan Hukum. 
    Rekomendasi bacaan:
    Intelligence Matters: The CIA, the FBI, Saudi Arabia,
    and the Failure of America's War on Terror
    (Random House) by Senator Bob Graham






  • 0 komentar:

    Posting Komentar

    GET A FREE QUOTE NOW

    Lorem ipsum dolor sit amet, consectetuer adipiscing elit, sed diam nonummy nibh euismod tincidunt ut laoreet dolore magna aliquam erat volutpat.

    ADDRESS

    4759, NY 10011 Abia Martin Drive, Huston

    EMAIL

    contact-support@mail.com
    another@mail.com

    TELEPHONE

    +201 478 9800
    +501 478 9800

    MOBILE

    0177 7536213 44,
    017 775362 13